Entri Populer

Senin, 05 Desember 2011

STOP SMOKING_AWAS BRONDOL

  • Merokok dapat mengakibatkan kebotakan. (ilustrasi)Perbesar FotoMerokok dapat mengakibatkan kebotakan. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hampir semua orang tahu bahwa rokok mengganggu kesehatan jantung. Tapi, mungkin tak banyak orang yang tahu bahwa rokok juga memiliki andil dalam kerontokan rambut, proses beruban dan kebotakan.
Rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia berbahaya yang semuanya merusak kesehatan tubuh. Ketika rokok dihisap, semua bahan kimia juga terhirup. Dari keseluruhan zat kimia yang ada, nikotin dan karbon monoksida adalah ‘biang keladi’ kerusakan rambut.
Meskipun beruban adalah salah satu dari masalah keturunan, ahli kecantikan Dr Jamuna Pai mengatakan rokok dapat memperburuk hal itu. Nikotin dapat menyebabkan pembuluh darah mengerut sehingga mempersulit untuk memompa darah dari arteri. Merokok juga menghasilkan karbon monoksida yang menghambat kapasitas darah untuk membawa oksigen dan mengeluarkan racun.
"Kedua faktor ini mencegah oksigenasi jaringan rambut dan penghapusan efektif radikal bebas dari tubuh. Sehingga, ini memperparah masalah rambut beruban dan kerontokan rambut," ujar dia.
Baik pria maupun wanita berpotensi mengalami kebotakan. Kebotakan pada pria dipicu oleh hormon androgen laki-laki yang bertanggung jawab untuk kerusakan folikel rambut. Di sisi lain, wanita yang memiliki hormon androgen dan estrogen dalam tubuh mereka. Estrogen dapat berfungsi melawan efek dari androgen.
"Wanita mengalami kebotakan juga. Ancaman ini lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Namun efek negatif dari merokok membuat rambut rontok lebih banyak dialami oleh pria dibandingkan wanita (diasumsikan lebih banyak pria yang merokok dibanding wan­­­ita)," kata trichologist Dr Shah Apoorva.
Karbon monoksida dalam asap menurunkan kapasitas oksigen dalam darah. Merokok dapat menyebabkan pertumbuhan rambut untuk mengganti sel rambut yang mati akibat kerontokan rambut menjadi terhambat.
 

MANFAAT JAMBU BIJI

Perbesar Foto
Jambu biji
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jambu biji memang tidak sepopuler jeruk atau semahal apel. Jika Anda berpikir jeruk adalah yang terbaik untuk vitamin C, Anda perlu mencoba jambu biji.
Satu jambu biji memiliki 165 miligram (mg) vitamin C. Sementara, satu jeruk hanya mengandung 69 mg saja. Kandungan vitamin C pada jambu biji ini efektif dalam mengobati infertilitas pria.
Di bawah kulitnya yang hijau, jambu biji memiliki banyak manfaat yang ditawarkan. Satu buah jambu sehari berguna mengurangi resiko penyakit mulai dari flu biasa, gusi bengkak, tekanan darah tinggi, obesitas, diabetes sampai kanker.
Jambu biji memiliki serat makanan berlimpah sehingga baik dikonsumsi bagi yang mengalami sembelit. Bagi yang sedang mencoba untuk menurunkan berat badan, tingginya kandungan serat jambu biji juga sangat bermanfaat.
Buah ini kaya vitamin, serat dan mineral. Jika dijadikan bagian dari makanan sehari-hari, penelitian menunjukkan jambu biji sangat efektif mencegah kanker dan penyakit jantung. Buah yang memiliki nama latin Psidium guajava ini membantu tubuh memerangi radikal bebas yang dihasilkan selama metabolisme.
Para peneliti bekerja untuk departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) telah menemukan bahwa jambu biji mungkin di antara buah terkaya antioksidan. Buah yang lezat ini juga memiliki beta karoten, kalium dan serat larut.
Jambu biji dapat meningkatkan kesehatan jantung dengan mengendalikan tekanan darah dan kolesterol. Kemampuan jambu biji untuk menurunkan tekanan darah disebabkan adanya kandungan kalium. Kalium merupakan elektrolit yang penting untuk reaksi listrik dalam tubuh termasuk pada jantung.
Buah ini juga dikenal bisa menyembuhkan luka eksternal serta mengobati pendarahan hidung dan gusi. Buah yang hidup di daerah tropis ini bisa juga mencegah penyakit 'orang tua' seperti pikun dan katarak. Adanya karbohidrat kompleks dan kandungan serat yang tinggi bisa bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol dan gula darah.
Makan satu jambu biji untuk sarapan memberikan dosis harian yang sangat dibutuhkan seperti zat besi, asam folat, kalsium, serat, protein, karbohidrat, vitamin A, B dan banyak vitamin C. Kandungan lemak total satu jambu biji sekitar 0,9 gram atau 84 kalori. Dibandingkan dengan apel, buah ini memiliki 38 persen lemak dan 42 persen kalori yang lebih sedikit.

Kamis, 20 Oktober 2011

5 langkah pemasaran online//

  1.  Tahu siapa calon pembeli. Ini hal penting pertama. Anda harus tahu siapa calon pembeli produk yang anda pasarkan. Tidak cukup hanya tahu target marketnya, tapi anda juga perlu selami lebih dalam apa saja yang dia harapkan dari produk anda, serta apa yang tidak dia harapkan.
    Contoh: misalkan anda berjualan baju secara online. Pembeli baju anda pasti ingin baju yang dibelinya nanti tahan, awet, dan sesuai dengan deskripsi yang anda pasang di web. Sebaliknya, calon pembeli pasti juga dibayang-bayangi ketakutan bagaimana misalnya jika baju yang akan dibelinya itu kebesaran/kekecilan, dsb.
    Kalau anda mengetahui dengan baik apa harapan dan kekhawatiran yang mungkin timbul dari konsumen, anda bisa antisipasi segala kekhawatiran yang ada di benak prospek anda, sekaligus bisa memenuhi harapan-harapan yang ingin mereka capai dari produk anda.
  2. Mempromosikan produk yang tepat. Seperti ungkapan “the right product to the right consumer”, berikan produk pada konsumen yang tepat. Produk yang tepat bisa dalam arti sesuai dengan kebutuhan/keinginan mereka dan sesuai dengan jangkauan daya beli mereka. Kalau konsumen anda sedang lapar, tentu lebih tepat menawarkan makanan dibanding pasta gigi. :)
  3. Mulai pasarkan dan gaet traffik. Traffik ini angka kunjungan orang yang datang ke toko online. Traffik ini sangat menentukan karena kalau tidak ada pengunjung yang datang, bagaimana mau ada pembeli?
    Nah, dari traffik tersebut, juga bisa ditelisik lebih jauh berapa jumlah yang datang, dibanding dengan berapa yang menjadi prospek, dan berapa yang membeli. Di situ kita jadi punya patokan awal untuk menilai seberapa bagus halaman web anda dalam menghasilkan penjualan. Sekaligus sebagai data untuk menilai pertumbuhan bisnis anda dari waktu ke waktu.
    Bagaimana cara mendapatkan traffic? Bisa via PPC, SEO, social media dan sumber-sumber traffik lainnya.
  4. Kumpulkan prospek. Seperti sempat disinggung di atas, mengumpulkan prospek juga menjadi bagian dari langkah pemasaran online. Dari prospek yang terkumpul, anda punya calon-calon pembeli produk anda.
  5. Lakukan Follow Up. Lakukan follow up pada mereka yang menjadi prospek anda. Pada tahap follow up ini kemampuan copywriting menjadi penting, baik melakukannya lewat email marketing atau mobile marketing. Kemampuan copywriting tersebut sangat berperan dalam mengkonversi prospek menjadi konsumen.

Rabu, 12 Oktober 2011

PENDISTRIBUSIAN PUPUK BELUM BISA ADIL

Pupuk BersubsidiDistribusi pupuk bersubsidi saat ini sangat baik sekali. tidak ditemukan lagi kelangkaan pupuk dikios-kios resmi yang ditunjuk. Tetapi timbul lagi permasalaham dengan membanjirnya pupuk subsidi di kios.
Permasalahan
Menumpuknya pupuk bersubsidi ternyata juga menimbulkan masalah untuk petani dan kios.
a. Bagi petani menumpuknya pupuk dikios, mendorong kios untuk menekan petani terutama kelompok tani untuk segera mengambil pupuk jatah kelompok. Disisi lain kelompok sudah tidak membutuhkan lagi karena sudah selesai memupuk (pupuk tutupan)
b. Kios dituntut pihak distributor untuk membeli terus semua pupuk yang dikirim distributor. Jika kios menolak maka alamat kios tersebut tidak akan mendapatkan kiriman untuk beberapa minggu kedepan.  Masalah ini memberatkan petani dan kios karena harus membeli pupuk yang belum akan mereka gunakan.
Distributor Paling Diuntungkan
Distributor adalah pihak yang paling diuntungkan dalam masalah ini, karena :
1. Tidak memerlukan  modal banyak
Hal ini karena semua pembayaran kios harus kontan, bahkan ada yang diminta untuk menyetorkan uang sebagai deposit. kesimpulannya distributor dibiayai oleh kios-kios resmi dengan modal kecil, sungguh tidak adil.
2. Distributor tidak perlu punya gudang
Dalam banyak kasus semua pupuk dari gudang pabrik langsung dikirim ke kios jadi gudang distributor beralih ke kios resmi bermodal kecil. sehingga pupuk menumpuk di gudang kios resmi. sekali lagi distributor diuntungkan, gak perlu gudang, uang dan segudang keuntungan lainnya.
Kasihan Kios Resmi
Malang sekali para kios resmi ini harus menaggung biaya gudang distributor, memodali distributor tapi selalu di kambing hitamkan jika ada permasalahan distribusi. Dimana letak keadilannya !!!!

Creative Problem Solving Process

The Creative Problem Solving Process (CPS), also known as the Osborn-Parnes CPS process, was developed by Alex Osborn and Dr. Sidney J. Parnes in the 1950s.[1] CPS is a structured method for generating novel and useful solutions to problems. CPS follows three process stages, which match a person's natural creative process, and six explicit steps:[2]
Process Stage Steps
Explore the Challenge Objective Finding (identify the goal, wish or challenge)
Fact Finding (gather the relevant data)
Problem Finding (clarify the problems that need to be solved in order to achieve the goal)
Generate Ideas Idea Finding (generate ideas to solve the identified problem)
Prepare for Action Solution Finding (move from idea to implementable solution)
Acceptance Finding (plan for action)
CPS is flexible, and its use depends on the situation. The steps can be (and often are) used in a linear fashion, from start to finish, but it is not necessary to use all the steps. For example, if one already has a clearly defined problem, the process would begin at Idea Finding.
What distinguishes the Osborn-Parnes CPS process from other "creative problem solving" methods is the use of both divergent and convergent thinking during each process step, and not just when generating ideas to solve the problem. Each step begins with divergent thinking, a broad search for many alternatives. This is followed by convergent thinking, the process of evaluating and selecting.

TALKING FIRST P-D-C-A

Taking the First Step with the PDCA (Plan-Do-Check-Act) Cycle

Learn the basics of how to use the PDCA Cycle (Plan-Do-Check-Act), the very first quality improvement and effective project management tool in your arsenal when implementing kaizen.

By Karn G. Bulsuk



Related articles:
Extended PDCA Diagram and how to use it
 
PDCA wallchart to keep track of your PDCA status

PDCA is the very first, fundamental tool in your arsenal in implementing kaizen. It mainly does three things:
  1. Helps you to continually change and tweak what you do in order to:
    1. Achieve higher quality in your results and processes.
    2. Gain continual increases in work efficiency.
  2. Allows you to clearly see which stage your project is at.
  3. Assists you in handling your work logically and systematically.
Simply put, PDCA is a way to reduce reliance on Murphy’s Law, and move from a reactive problem fixing model to a proactive one.

The original concept was made popular by statistician Edwards Deming, the father of modern quality management. PDCA is quite easy to understand and quite easy to carry out, as long as you keep track at which stage you’re in.

To carry PDCA out, you need to follow the four step cycle as in the diagram above. Firstly, you start with Plan.

P is for Plan


In any project, you will first need a detailed plan. Make sure to identify your goals, delegate work properly and set a clear action plan with key milestones.

Don’t forget to document your plans in order to help you analyze its effectiveness later.

D is for Do

Once you have your plan, do it! As no plan is ever completely perfect, make sure you make a list of problems as you encounter them, and how you responded to them.

C is for Check

Once you’ve finished the project, immediately call the team to compile the list of problems and solutions they’ve encountered. Share the information with the team so that everyone knows and understands how to avoid these problems, or to fix them if they happen to reappear again later.

After that, take an all-encompassing look at the project. There are usually some key areas where you’ve felt that could improve project efficiency, or where you could have done something better. Brainstorm, and identify areas for improvement.

For each problem you found, identify the root causes by using 5-why. In essence, you would set the problem up like an equation, then ask why did this happen? five times. To provide a basic example, let’s say that we’ve just finished organizing a Gala Dinner, and we had a problem in which the catering service delivered the food 2 hours behind schedule. To find the root causes, we would do the following:



Step Reason Why?
1 The caterer delivered food 2 hours late. Why did this happen?
2 Because we did not prepare the purchase order on time. Why was the purchase order not prepared on time?
3 Because we did not get all approval signatures on time. Why didn’t get the signatures on time?
4 Because we prepared the PO 3 days before the event. Why did we prepare it late?
5 Because we forgot to prepare the PO. Why did we forget about it?
Root Cause: Because we didn’t have a checklist to clearly identify the tasks we needed to complete at what time.


In this case, one of the root causes is that we lacked a checklist to ensure everything was prepared at the designated time. There are a series of four detailed articles on the purpose of 5-why, as well as downloadable tools and tutorials here.

A is for Act

You now know the root causes of the problems, now fix them. Your job here is to ensure these problems don’t rear their ugly heads again the next time you carry out this project. Solving an issue by fixing the root cause is like uprooting weeds, as they won’t grow back again. If you solve a problem as they come along, then all you’re doing is cutting weeds. With a bit of time, they’ll just grow back and come back to haunt you.

Once the root causes are eliminated, it is important to standardize these techniques in order to ensure that everyone knows about it, and that they don’t happen again. That can be achieved through documentation and sharing this knowledge through PDCA meetings with your team, and other stakeholders.

And when you’re done…


After you’ve finished the Act portion, you go right back to Planning the next stage of the project. Don’t forget to use what you have learned during the PDCA loop to make the project even better next time.

Summary

  • PDCA is a never ending cycle designed to improve quality and efficiency
  • P = Plan your work well.
  • D = Do the plan
  • C = Check the problems you’ve encountered and their root causes. Also identify areas for improvement
  • A = Act to fix the root causes.


  • Download

    I have uploaded the PDCA diagram seen above to share in the Wikimedia Commons as a SVG file, which means you can resize it in a vector editing program such as Adobe Illustrator or Inkscape. Alternatively, Wikimedia Commons also has an option to generate the SVG into a PNG file, which means you can use it immediately in your Word documents or PowerPoint presentations immediately without any further editing.

    There are two versions of the PDCA cycle available for download, one of which includes a detailed subset of PDCA. Please click on the version you would like to download:


    You can read more about horenso (effective communication), PDCA (Plan-Do-Check-Act), mieruka (use of visuals) and 5-why here, which also includes articles, tutorials and downloadable diagrams, sheets, PDFs and other tools to help you implement kaizen and bring the competitive edge of the Toyota Way to your manufacturing or service-industry project or organization.

    Read more: Taking the First Step with the PDCA (Plan-Do-Check-Act) Cycle | Karn G. Bulsuk: Full Speed Ahead http://www.bulsuk.com/2009/02/taking-first-step-with-pdca.html#ixzz1aYFuVARN
    Copyright © Karn G. Bulsuk

    PDCA,,,,,,,,,,,,DEMING KONSEP

    Meaning

    The PDCA cycle[1]
    The steps in each successive PDCA cycle are[2][3] :
    PLAN
    Establish the objectives and processes necessary to deliver results in accordance with the expected output (the target or goals). By establishing output expectations, the completeness and accuracy of the specification is also a part of the targeted improvement. When possible start on a small scale to test possible effects.
    DO 
    Implement the plan, execute the process, make the product. Collect data for charting and analysis in the following "CHECK" and "ACT" steps.
    CHECK 
    Study the actual results (measured and collected in "DO" above) and compare against the expected results (targets or goals from the "PLAN") to ascertain any differences. Charting data can make this much easier to see trends over several PDCA cycles and in order to convert the collected data into information. Information is what you need for the next step "ACT".
    ACT 
    Request corrective actions on significant differences between actual and planned results. Analyze the differences to determine their root causes. Determine where to apply changes that will include improvement of the process or product. When a pass through these four steps does not result in the need to improve, the scope to which PDCA is applied may be refined to plan and improve with more detail in the next iteration of the cycle.

    Selasa, 11 Oktober 2011

    BE WARE...!!!

    WASPADAI !!!
     
    Banyak penyakit serius yang diderita wanita dikarenakan kurang terawatnya bagian luar dan dalam kewanitaannya, seperti:
    1. Keputihan
    2. Myoma
    3. Kista
    4. Kanker Rahim
    5. Endometriosis
    6. Sukar Punya Anak
    Hampir setiap wanita pernah mengalami keputihan yang dalam dunia kedokteran disebut Leukore/Flour Albus. Dari data yang tercatat menyatakan bahwa 3 dari 4 wanita mengalami keputihan atau bisa dikatakan bahwa 75 % dari wanita Indonesia mengalaminya dikarenakan kelembaban udara dan kurangnya kebersihan.
     
    Banyak wanita yang merasa malu untuk mengungkapkannya dan belum tahunya mereka cara mengatasinya sehingga timbul penyakit yang lebih serius. Bahkan dengan keputihan yang berlanjut akan mengganggu kesuburan sehingga wanita tersebut sukar untuk mempunyai anak.
     

    Kesehatan itu Sangat Berharga

    Akankah Anda menyia-nyiakan kebahagian ini?
    Indahnya hidup bersama keluarga dengan kesehatan bagi seluruh anggota keluarga. Dipicu dari diri sendiri sebagai penopang keluarga, akan sangat berarti untuk keluarga.
     
    Sangat sayang kalau semuanya ini tidak dirawat dengan baik. Begitu juga kesehatan luar dan dalam kewanitaan, sangatlah penting. Disamping untuk menjaga kesehatan diri sendiri juga membantu keharmonisan hubungan dengan suami tercinta. Hubungan intim dengan suami jangan menjadi masalah dengan kehadiran anak, jaga vitalitas dan otot vagina sehingga hubungan Anda dengan suami tetap romantis

    Beralih ke Herbal

    • Dunia kedokteran sekarang secara perlahan mulai meningkatkan keamanan dari pengobatan yaitu dengan cara memberikan pengobatan herbal untuk pasiennya dikarenakan keamanannya.
    • Banyak herbal yang beredar tapi perlu diingat apakah aman untuk dikonsumsi.
    • Kami menggunakan pengobatan secara traditional yang kami modernisasi dengan mengekstraksinya sehingga hasil yang didapat adalah sari pati alami yang aman dan ampuh. Tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan alami yang biasanya dikonsumsi hanya bedanya tumbuhan tersebut diekstrak sedang ampas tumbuhan tersebut tidak dipergunakan. Khasiatnya yang kami ambil dan masukkan dalam kapsul sehingga mudah dikonsumsi
    • Disamping itu penggunaan kapsul memudahkan Anda mengkonsumsinya praktis dan tidak menimbulkan bau dan rasa menyengat Testimony
    • Kondisi inipun diakui oleh dr.Erick Ohlendorf seorang dokter dari Jerman yang telah terbiasa mengkombinasikan cara pengobatan dari timur dan  barat.
        "I always use medical equipment in term of safety and effectiveness, that’s why I use herbal medicines. Inti K&K Sehat Wanita and Lancar Haid are produced from natural herbs which are safe, practical and effective to cure leucorrhea caused by Candida. It helps to regulate menstruation disorders and prevent from myoma and cyst and also clean the uterus. Inti K&K is safe, practical and effective for my patients".

    Kamis, 06 Oktober 2011

    Model pembangunan yang selama ini dikembangkan di Indonesia bercorak top-down approach, sehingga menempatkan masyarakat sebagai obyek pembangunan. Karena pendekatakan pembangunan yang demikian telah menempatkan masyarakat pada posisi marjinal, tidak berdaya dan pada akhirnya menjadi beban pemerintah sendiri ketika telah kehabisan sumberdayanya. Oleh karenanya diperlukan pendekatan pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan.



    A. Makna Partisipatif

    merupakan metode atau cara perencanaan yang melibatkan serta memfungsikan kelembagaan masyarakat secara nyata di dalam menyusun perencanaan pembangunan. Dengan cara ini diharapkan masyarakat mau dan mampu melaksanakan, memelihara, dan menindak-lanjuti hasil-hasil pembangunan.

    Diharapkan dengan menggunakan dan melaksanakan metode partisipatif ini dapat mengidentifikasi semua permasalahan dan potensi yang ada di suatu wilayah, Serta dapat diperoleh suatu gambaran umum wilayah tersebut dan aspek-aspek kehidupan masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus dalam melaksanakan pembangunan di desa.

    Sebagai suatu tujuan, partisipasi akan menghasilkan pemberdayaan, yakni setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya. Dengan demikian partisipasi merupakan alat dalam memajukan ideologi atau tujuan-tujuan pembangunan yang normatif, seperti keadilan sosial, persamaan hak, dan demokrasi. Oleh karena itu sebagai alternatifnya, partisipasi ditafsirkan sebagai alat untuk mencapai efisiensi dalam manajemen proyek, atau sebagai alat dalam melaksanakan kebijakankebijakan.

    Sebagai implikasinya, partisipasi menyangkut pula strategi manajemen, yang dapat digunakan oleh negara dalam mencoba untuk memobilisasi sumber daya-sumber daya yang dimilikinya.

    Sementara munculnya P.R.A. antara lain dilatarbelakangi oleh kritik para aktivis pengembangan dan pemberdayaan masyarakat terhadap penelitian ‘klasik’ yang lebih banyak memposisikan masyarakat sekedar sebagai obyek penelitian. Penelitian dalam P.R.A. tidak hanya entitas yang berdiri sendiri, melainkan ditanggapi sebagai bagian yang integral dalam proses keseluruhannya. Cakupan P.R.A. bukan hanya terdiri dari riset, melainkan juga perencanaan (partisipatif), monitoring, dan evaluasi.

    B. Ciri Khusus Evaluasi dengan metode Partisipatif

    Ciri khusus perencanaan partisipatif dapat dilihat dari adanya peran serta masyarakat dalam proses pembangunan desa. Adapun ciri-ciri perencanaan partisipatif antara lain sebagai berikut :

    Adanya hubungan yang erat antara masyarakat dengan kelembagaan secara terus-menerus.
    Masyarakat atau kelompok masyarakat diberi kesempatan untuk menyatakan permasalahan yang dihadapi dan gagasan-gagasan sebagai masukan berharga.
    Proses berlangsungnya berdasarkan kemampuan warga masyarakat itu sendiri.
    Warga masyarakat berperan penting dalam setiap keputusan.
    Warga masyarakat mendapat manfaat dari hasil pelaksanaan perencanaan.

    C. Teknik Evaluasi Perencanaan dengan PRA (Participatory Rural Appraisal)

    Lahirnya metode partisipasi masyarakat dalam pembangunan dikarenakan adanya kritik bahwa masyarakat diperlakukan sebagai obyek, bukan subyek. Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) merupakan perkembangan dari metode-metode terdahulu, diantaranya RRA (Rapid Rural Appraisal) oleh Chambers (1992).

    Pengertian

    Evaluasi adalah penilaian yang diperlukan untuk menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan atau usaha untuk mengetahui seberapa jauh suatu kebijakan/ program/ proyek memberikan manfaat

    Appraisal adalah evaluation research. Yaitu untuk menilai konsep dan design suatu kebijakan/program/proyek yang akan dilaksanakan.

    Teknik evalausai ini digunakan sebgai alat penguji proposal suatu kebijakan/ program/ proyek sebelum disetujui dan dijalankan. Jadi evaluasi yang ilakaukan sebelum kebijakan itu dijalankan.

    Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan (PRA) adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. Metode dan pendekatan ini semakin meluas dan diakui kegunaannya ketika paradigma pembangunan berkelanjutan mulai dipakai sebagai landasan pembangunan di negara-negara sedang berkembang. Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, manusia ditempatkan sebagai inti dalam proses pembangunan. Manusia dalam proses pembangunan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus secara aktif ikut serta dalam perencanaa, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan. Metode dan pendekatan yang tampaknya sesuai dengan tuntutan paradigma itu adalah metode dan pendekatan yang partisipatif.

    Slamet (2003 : 11) menegaskan bahwa usaha pembangunan pedesaan melalui proses perencanaan partisipasi perlu didekati dengan berbagai cara yaitu : (1) penggalian potensi-potensi dapat dibagung oleh masyarakat setempat, (2) pembinaan teknologi tepat guna yang meliputi penciptaan, pengembangan, penyebaran sampai digunakannya teknologi itu oleh masyarakat pedesaan, (3) pembinaan organisasi usaha atau unit pelaksana yang melaksanakan penerapan berbagai teknologi tepat guna untuk mencapai tujuan pembangunan, (4) pembinaan organisasi pembina/pendukung, yang menyambungkan usaha pembangunan yang dilakukan oleh individu-individu warga masyarakat pedesaan dengan lembaga lain atau dengan tingkat yang lebih tinggi (kota, kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional), (5) pembinaan kebijakan pendukung, yaitu yang mencakup input, biaya kredit, pasaran, dan lain-lain yang memberi iklim yang serasi untuk pembangunan.

    Perencanaan partisipasi harus dilakukan dengan usaha :

    perencanaan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata (felt need),
    dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response),
    dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku (behavior).

    Dalam perencanaan yang partisipatif (participatory planning), masyarakat dianggap sebagai mitra dalam perencanaan yang turut berperan serta secara aktif baik dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana, karena walau bagaimanapun masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah produk rencana dan kebijakan.

    Mengapa PRA

    Adanya kritik terhadap pendekatan Pembangunan yang “ top down “ – selama ini program peembangunan masyarakat lebih banyak direncanakan oleh lembaga penyelenggara program tanpa melibatkan secara langsung warga masyarakat yang menjadi sasaran
    Munculnya Pemikiran tentang Pendekatan Partisipatif, Beragam pemikiran tentang pendekatan pengembangan program yang lebih Partisipatif., Apabila masyarakat dapat dilibatkan secara berarti dalam keseluruhan proses program, selain program itu menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan rasa kepemilikan warga masyarakat terhadap program lebih tinggi.
    PRA sebagai pendekatan Alternatif, Kebutuhan adanya metode kajian keadaan masyarakat yang mudah dilakukan untuk pengembangan programn yang benar benar menjawab kebutuhan masyarakat setempat, Kebutuhan adanya pendekatan program pembangunan yang ebrsifat kemanusiaan dan berkelanjutan.

    Manfaat dan Tujuan

    Tujuan Praktis adalah menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan praktis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus sebagai sarana proses belajar tersebut.

    Manfaat Peningkatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Karena pembangunan itu nantinya diperuntukan bagi masyarakat itu sendiri.

    Prinsip PRA

    1. Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat

    Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti bahwa PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi pengetahuian tradisional dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya sendiri.

    2. Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai perbedaan dan informal

    Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai individu yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri. Kegiatan PRA dilaksanakan dalam suasana yang luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal.

    3. Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku

    Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanyasebagai fasilitator, bukan sebagai pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dll.

    4. Konsep triangulasi

    Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, bisa digunakan konsep triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck). Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (disiplin ilmu), sumber informasi (latar belakang golongan masyarakat, tempat), dan variasi teknik.

    5. Optimalisasi hasil

    kuantitas dan akurasi informasi sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan yang berskala besar namun biaya yang tersedia tidak cukup.

    6 Berorientasi praktis

    Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan demikian dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah, atau lebih baik mencapai perkiraan yang hamper salah daripada kesimpulan yang hampir benar.

    7. Keberlanjutan program

    Pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali kemudian selesai, namun merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang mereka kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari potensi masyarakat.

    8. Mengutamakan yang terabaikan

    Prinsip ini dimaksudkan agar masyarakat yang terabaikan dapat memperoleh kesempatan untuk berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. dengan mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya dapat meningkat.

    9. Pemberdayaan (Penguatan) masyarakat

    Kemampuan masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, peilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang dilakukan.

    10. Santai dan informal

    Penyelenggaraan kegiatan PRA bersifat luwes, tidak memaksa, dan informal sehingga antara orang luar dan masyarakat setempat terjalin hubungan yang akarab, orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat.

    BUDIDAYA PADI IR-66

    Budidaya Padi IR-66


    Secara umum budidaya padi varietas IR-66 sama dengan budidaya padi sawah/padi gogo rancha secara umum, karena padi varietas IR-66 cocok ditanam di lahan sawah beririgasi dan di lahan kering berupa padi gogo ranca.

    Secara umum budidaya padi varietas IR-66 sama dengan budidaya padi sawah/padi gogo rancha secara umum, karena padi varietas IR-66 cocok ditanam di lahan sawah beririgasi dan di lahan kering berupa padi gogo ranca.

    Lahan yang akan ditanam dengan padi varietas IR-66 tentunya dipersiapkan sebaik mungkin, karena varietas IR-66 dapat ditanam di daerah sawah berpengairan irigasi ataupun lahan kering berupa padi gogo ranca maka dalam mempersiapkan dan mengolah tanahnya harus memperhatikan apakah varietas IR-66 tersebut akan ditanam di lahan sawah beririgasi atau di lahan kering.

    Jika lahan yang akan diusahakan padi varietas IR-66 adalah lahan sawah berpengairan irigasi, maka pengolahannya tentunya dilakukan dua kali; pertama pengolahan tanah secara kasar/membalikkan tanah yang mana terlebih dahulu air yang ada di lahan sawah dikeringkan sehingga pengolahan tanah secara kasar ini dapat dilakukan dengan baik.

    Pengolahan tanah dapat menggunakan cangkul, bajak sapi ataupun hand traktor untuk lahan yang luas. Setelah dilakukakan pembalikan tanah/pengolahan tanah kasar sebaiknya tanah yang telah diolah itu dibiarakan dulu sehingga proses penguraian unsur fisik dan hara serta hama penyakit yang ada pada tanah dapat terurai oleh panasnya matahari. Selanjutnya dilakukan pengolahan tanah tahap kedua dengan jalan menghancurkan dan meratakan tanah yang dibalik pada tahap pertama, tujuan dari pengolahan tahap kedua ini untuk meratakan dan memperbaiki struktur tanah.

    Selanjutnya jika tanah yang diusahakan untuk pertanaman padi varietas IR-66 adalah lahan kering (padi gogo rancha) maka pengolahan tanah pada prinsipnya dilakukan dua kali juga yaitu; pertama pembalikan tanah/pengolahan tanah kasar dan pengolahan kedua pengerataan dan penghalusan. Hanya pada pengolahan tanah lahan kering mulai dilakukan pengolahan tanah pertama diupayakan pada awal musim hujan maksudnya supaya pada pembalikan tanah/pengolahan tanah kasar telah terdapat air yang butuhkan untuk pengolahan tersebut. Selanjutnya pada pengolahan tanah kedua diharapkan air hujan sudah lebih banyak tersedia/turun.

    Pada waktu pengolahan tanah pertama dilakukan juga pengolahan tanah untuk pembibitan/persemaian benih, adapun luas persemaian bibit seluas lebih kurang 4% dari luas lahan yang akan ditanami padi tersebut, misalnya luas lahan sawah yang akan ditanam padi varietas IR-66 seluas 1ha maka luas persemaian benih padi lebih kurang seluas 400 meter2 . Benih padi varietas IR-66 diusahakan yang berasal dari benih yang bersertifikat label biru sehingga kualitas dan daya tumbuhnya terjamin.

    Sebelum benih disemaikan terlebih dahulu benih dimasukkan kedalam air garam (30g garam dapur dimasukkan dalam satu liter air, penambahan air dan garam disesuaikan dengan perhitungan tersebut, contoh bila air dimasukkan dalam ember 10 liter maka garam dimasukkan sebanyak 300g. Selanjutnya benih dimasukkan dalam air yang telah bercampur garam, bila ada benih yang mengapung maka benih padi tersebut dibuang dan benih yang tenggelam dijadikan sebagai benih yang akan ditebar.

    Tempat persemaian benih sebaiknya ditebari dengan pupuk kandang 2kg/m2 agar pada saat pencabutan kelak menjadi lebih mudah. Benih ditebar secara merata dan tidak saling menindih di tempat persemaian dengan bedeng ukuran panjang 10 m-20 m, lebar 1,0 m – 1,2 m, tinggi bedengan 5 cm – 10 cm dari pemukaan tanah. Tanaman dipindah ke persawahan/ke lahan padi gogo sebaiknya pada umur muda (10 hari setelah sebar – 21 hari setelah sebar) agar anakannya menjadi optimal.

    Cara menanam bisa dengan cara tanam tegal atau cara tanam legowo dengan jarak tanam; tegal 20 cm x 20 cm atau 22 cm x 22 cm sedangkan legowo 10 cm x 20 cm atau 12,5 cm x 25 cm. Berdasarkan pengalaman di lapangan di Jawa Barat, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan cara tanam legowo mendapatkan peningkatan hasil gabah lebih besar 6% -26,6% dibanding cara tanam tegal.

    Pada umumnya bibit padi yang ditanam di lahan usahatani padi ada yang layu/mati atau kurang baik pertumbuhannya maka agar diperoleh populasi tanaman yang optimal yang diinginkan untuk mendapatkan produksi yang tinggi maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan dilakukannya penyulaman sebanyak satu kali yaitu lebih kurang satu minggu setelah dilakukan penanaman. Adapun bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah sisa bibit yang masih ada dipersemaian.

    Pemupukan dilakukan untuk mendapatkan produksi padi yang optimal, setiap lahan usahatani membutuhkan pupuk yang berbeda-beda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya hal ini dikarenakan kesuburan tanah yang satu dengan yang lainnya juga berbeda-beda. Sebaiknya sebelum melakukan pemupukan dilakukan pengujian hara tanah sawah atau pengujian hara tanah kering dengan jalan ini akan diketahui kebutuhan pupuk yang perlu ditambah sehingga diperoleh kebutuhan yang maksimum untuk padi tersebut.

    Secara umum pemberian pupuk pada umur tanaman 7-10 hari setelah tanam diberikan urea sebanyak 75 kg, SP-36 sebanyak 100 kg dan KCL 50 kg untuk setiap hektar. Pupuk urea perlu diberikan sebanyak 3 kali, agar pemberian pupuk N menjadi lebih efesien terserap oleh tanaman padi. Bila diperlukan diberi tambahan urea sebanyak 50 kg/ha pada tanaman saat 105 berbunga. Sedangkan pemberian pupuk KCL dilakukan 2 kali agar proses pengisian gabah menjadi lebih baik bila dibandingkan hanya pemberian sekaligus. Diharapkan dalam pemupukan ini menggunakan pupuk yang berimbang antara pupuk anorganik dengan pupuk organik (kompos atau pupuk kandang).

    Secara umum tanaman padi memerlukan banyak hara N bila dibandingkan hara P ataupun K, karena hara N berfungsi sebagai sumber tenaga dan kekuatan untuk pertumbuhan tanaman, pembentukan anakan, bahan klorofil untuk proses asimilasi yang pada akhirnya memproduksi pati untuk pertumbuhan dan pembentukan gabah. Jadi jika tanaman padi kekurangan unsur N maka produksi padi yang diperoleh akan rendah juga. Sedangkan hara P berfungsi sebagai sumber tenaga untuk memenuhi kualitas hidup tanaman seperti keserempakan tumbuh, masak bersama dan kekuatan berdirinya batang tanaman.

    Penyiangan untuk lahan persawahan pada umumnya lebih mudah dibanding lahan kering karena pada lahan sawah waktu pengolahan tanah kedua rumput sudah dibenamkan dan pertumbuhan padi pada lahan sawah lebih cepat. Pertanaman padi diusahakan bebas dari tumbuhan rumput liar atau gulma untuk itulah perlu dilakukan upaya penyiangan. Penyiangan sebaiknya dilakukan 2 kali yaitu pertama pada umur tanaman 3 minggu dan penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman padi berumur 5 minggu.

    Pada saat penyiangan itu perlu dilakukan penggemburan tanah di sekitar larikan/barisan tanaman padi dan diupayakan jangan sampai melukai akar tanaman padi. Tujuan dari penyiangan padi saat umur 3 minggu dan 5 minggu adalah supaya tidak menganggu pembentukan malai pada saat penyiangan, selain itu setelah penyiangan itu maka rumpun dan daun padi sudah lebat sehingga pertumbuhan rumput pengganggu sudah terhambat.
    Sebaiknya pada saat penyiangan dilakukan rumput atau gulma yang dicabut dibenamkan ke dalam tanah sehingga gulma tersebut menjadi pupuk organik yang dapat menjadi unsur hara pada tanaman musim berikutnya.

    Senin, 03 Oktober 2011

    win-win solution

    Win-Win Solutions (latansa tani yezzz)
    Gathering: A Time When I Won
    In a go-round, ask students to complete this sentence: “A time when I feel as if I win is…” or “A time when I felt like I won was… .” Provide some examples, such as winning a game, attaining a goal, etc. You might begin with your
    own example.
    Agenda Check
    How do you feel when you win? Because this is such a good feeling, we often try to “win” at many things, such as when we get into disagreements with others. Today, we’re going to look at a conflict, or disagreement, and possible endings for this conflict, one of which is for both people to have the feeling of winning. You will then have the opportunity to create a chart, or grid, of possible outcomes of the conflict that you see. During the Debriefing we will reflect on how to think about the win-win concept and share personal situations in the Closing.
    Activity: Role-Play
    (Note: You will need to select students beforehand and coach them to present a
    role-play for the class.)
    1. Role-play the following situation with another adult, with a student, or have two students prepare it beforehand. Freeze the action when the
    argument is heating up.
    Scenario: Kim is a third-grade student. She has been having trouble in math, and tomorrow there is a big test. While she is in the living room studying for this test and trying to work out some problems, her little brother, Marshall, comes in from school. Marshall, who is in the first grade, has had a hard day at school, so he wants to have some fun and relax. He turns on some music and begins to sing and dance around. Kim wants quiet, and the music is disturbing her. They argue.
    2. Ask the following:
    • What’s going on?
    • What is Kim feeling? What is Marshall feeling?
    • What are Kim’s needs? What are Marshall’s needs? It is important to discuss needs, because a good resolution depends on satisfying the needs of both children.
    Activity: Win-Win Grid
    1. Show the following grid of ways the conflict could come out. Boxes on the grid represent different types of solution to the conflict.
    2. Divide students into small groups. Give each group a grid handout (page X) and ask the groups to come up with possible endings to fit in the grid, using the handout. They may have multiple solutions for each box. In order to complete the win-win section, both people must be able to have their needs met.
    3. After students have had sufficient time to complete their handouts, use their responses to fill in the blank grid on the board or chart paper. Begin with the win-lose, lose-win boxes, then complete the lose-lose box, and fill in the win-win one last.
    Debriefing
    • What types of solutions were easiest to come up with?
    • Which were the hardest?
    • What would be necessary to accomplish the win-win solutions?
    Discuss the importance of being able to listen to one another in order to hear the needs of the other person. If both people get angry and can’t listen, it’s hard to get to a win-win solution. If each person can be calm and listen to the other, it’s easier to brainstorm ideas to get to a win-win solution.
    Closing: This Skill Would Be Useful With…
    Have students answer this question popcorn style: Is there anyone in
    your life with whom you’d like to get to more win-win solutions? Give
    examples, such as brothers or sisters.
    Extensions and Infusion Ideas
    Teachable Moments
    When conflicts arise in the class, use the vocabulary of win-lose, lose-lose, and win-win to discuss possible resolutions. Encourage students to stay calm so that they can brainstorm possible solutions both students can feel good about.
    ABCD Problem Solving
    This is a conflict solving process that can be a useful tool for students to learn. It enables students to create numerous possible solutions to a conflict, rather than getting stuck demanding their first solution. A helpful way to introduce this tool is to demonstrate it with a current situation that the class needs to resolve. Displaying a chart with the following steps can be a reminder to
    students to use the process when they encounter conflicts.
    This format can help students remember a way to get to win-win solutions.
    A. Ask, “What’s the problem?”
    This step is meant to help people in a conflict focus on the
    problem instead of each other.
    B. Brainstorm some solutions.
    Brainstorming is letting our minds think of as many different ideas
    as possible to help solve a problem. Some ideas may be better than
    others, but we want to create as many as possible without judging
    at first whether it is a good idea or not.
    C. Choose the best solution.
    Discuss the benefits and drawbacks of each of the proposed solutions. Come to a consensus about which solution would be best.
    D. Do it.
    Once people have agreed on the best solution, then they need to try it.
    Curriculum Areas
    Give students practice analyzing conflicts by using situations from stories the class is reading, situations in the newspaper, actual incidents in the classroom, or situations you think up. Present the conflicts to the class (puppets can be used) and have the class try to arrive at win-win solutions.
    Connecting to Literature
    Herb, the Vegetarian Dragon, by Jules Bass
    (New York: Barefoot Books,1999) Gr. K-3
    Summary: Because of Herb, the people in the kingdom and the dragons agree to live in peace.
    1. Describe the agreement made by the dragons and the people. Is this a
    win-win solution? Explain.
    2. Meathook offered to help Herb escape if Herb would eat meat. Was this a necessary request? Why or why not?
    3. Meathook said, “You can’t be different in the dragon world and survive.”
    a. What does this mean?
    b. Why is Meathook so afraid of Herb’s being different?
    c. How does fear keep people apart?
    4. What happens when you do something different from what your
    friends do?
    Hooray for the Dandelion Warriors!, by Bill Cosby
    (New York: Scholastic, Inc., 1999) Gr. K-3
    Summary: When Simone can play second base as well as Little Bill, he learns a lesson about being a real team. The team finds a win-win solution when they choose a name.
    1. Would it have been fair for Little Bill to have kept his position at second base? Explain your answer.
    2. Role-play the boys and girls using the ABCD Method (see page 51) to choose a name for their team.
    3. What lesson did Little Bill learn about being a team player?
    4. What is important when you play on a team?
    Six Crows, by Leo Lionni
    (New York: Knopf, 1988) Gr. 1-4
    Summary: A war erupts between a group of crows and a farmer who tries to scare them away with a scarecrow.
    1. Role- play the Farmer and Crows. Review the ABCD method:
    a. Ask: What is their problem?
    b. Brainstorm some solutions.
    c. Choose your favorite solution.
    d. Do it: Tell how they would carry out the solution.

    how about agresive/positive

    Dari dulu saya memiliki sifat, yang menurut teman-teman saya, sangat jelek. Saya sangat sulit untuk mengatakan "tidak" bila diminta untuk melakukan sesuatu oleh teman-teman saya.
    "Kamu tahu, kamu akan terus dimanfaatkan kalau kamu begitu terus"
    "Aku nggak enak, aku sungkan nolak, khan cuma begitu aja koq"
    Itulah salah satu pembicaraan saya dengan teman saya waktu dia ngomel pada saya. Pembicaraan seperti itu sudah sering terjadi, sudah bosan rasanya, malas untuk berdebat.
    Saya dulu pernah punya teman yang lumayan akrab. Mungkin karena akrabnya sehingga dia melakukan sesuatu pada saya dengan seenaknya sendiri. Tidak jarang dia meminjam barang-barang saya dan tidak pernah dikembalikan lagi. Saya tidak pernah memintanya kembali, nggak enak, sungkan, merasa hanya barang gitu aja koq. Dulu saya berprinsip bahwa harta benda tidak dapat menggantikan sosok seorang sahabat (walaupun akhirnya dia menghianati saya).
    Waktu SMA, saya pernah pergi makan bakso dengan teman-teman di kepanjen, depan SMA Frateran. Waktu itu saya memesan bakso nggak pakai tahu [ waktu itu saya tidak suka tahu, kalau sekarang sih apa-pun ludes lho... :-D ], tapi mungkin yang jual salah dengar sehingga dia malah kasih tahunya dobel, dan jatah bakwan-nya berkurang dong :-( Teman-teman saya nyuruh saya komplain, maklumlah waktu jamannya SMA dompet kita memang kering, bokek, belum bekerja, uang makan bakso-pun pas-pasan. Tapi saya sungkan untuk komplain, merasa nggak enak. Setelah melihat dompet, mencari-cari, mengumpulkan dan menghitung uang recehan di saku, wah cukup deh. Akhirnya saya memberikan tahu-tahu tersebut kepada teman-teman saya, dan memakan bakso yang jatah bakwan-nya sudah berkurang.
    Itulah sekelumit cerita nostalgia waktu SMA :)
    Dan begitulah sifat saya dari dulu, tapi pada saat lagi nggak mood, lagi kepepet, lagi emosi, merasa itu adalah hal yang besar, merasa tidak bersalah, siapun akan saya labrak, sampai mampus-pun akan saya lawan.
    Mungkin benar kata Sun Tzu, "Bila musuh sudah kepepet, jangan didesak terus, dia akan melawan mati-matian, akan melawan sampai titik darah penghabisan. Orang yang berani mati akan sulit dilawan, malah mungkin akan membinasakan kita, mereka akan menang walaupun dengan prajurit yang sedikit. Berikan satu jalan keluar, biarkan mereka lari, bila dia sudah pergi, babatlah dari belakang". Ada juga pepatah yang mengatakan, "Biasanya kreativitas akan muncul pada saat kepepet" :) Ingat nggak, waktu kita kuliah, pada saat ada tugas atau besoknya mau ujian, kreativitas kita biasanya muncul, baik kreativitas yang briliant maupun kreativitas yang jelek, seperti "njiplak" tugas teman, buat "krepek"-an, dll. :-D
    Eh, koq sampai ngelantur :)
    Saya teruskan ya....
    Beberapa bulan yang lalu, waktu saya kuliah di magister psikologi pada mata kuliah Konsep bimbingan konseling, dosen saya menerangkan tentang karakter agresif, permisif dan asertif. Dan diperkuat lagi oleh salah satu dosen di magister manajemen pada mata kuliah perilaku organisasi. Mereka menerangkan hal yang sama, cuma pada manajemen namanya agak berbeda, tapi mempunyai kesamaan arti. Di Psikologi memakai nama agresif, permisif dan asertif, sedangkan di manajemen memakai nama agresif, pasif dan asertif.
    Apakah agresif, permisif/pasif dan asertif itu?
    Sikap agresif adalah sikap membela diri sendiri dengan cara melanggar hak orang lain. Perilaku agresif sering bersifat menghukum, kasar, menyalahkan, atau menuntut. Hal ini termasuk mengancam, melakukan kontak fisik, berkata-kata kasar, komentar menyakitkan dan juga menjelek-jelekkan orang lain di belakang.
    Sikap permisif/pasif adalah sifat yang tidak berani mengemukakan keinginan dan pendapat sendiri, tidak ingin terjadi konflik karena takut akan tidak disukai atau menyakiti perasaan orang lain. Misalnya, di hari Minggu pagi pacar anda menawarkan: mau main tenis atau berenang. Sebetulnya anda ingin berenang, tetapi karena anda seorang yang permisif/pasif, anda bilang terserah. Akhirnya dia yang memutuskan untuk main tenis aja. Begitu setiap hari Minggu, sampai lama-lama dia pikir anda memang hobi main tenis seperti dia. Padahal yang terjadi sebetulnya anda sangat tersiksa karena tenis membuat lutut dan punggung anda terasa amat sakit.
    Sikap asertif merupakan ungkapan perasaan, pendapat, dan kebutuhan kita secara jujur dan wajar. Kemampuan untuk bersikap asertif ini sangat penting dimiliki sejak dini, karena hal ini akan membantu kita untuk bersikap tepat menghadapi situasi di mana hak-hak kita dilanggar.
    Kalau disimpulkan:
    Agresif:
    - Konflik dengan orang lain
    - Melanggar hak orang lain
    Permisif/Pasif:
    - Konflik dengan diri sendiri
    - Melanggar hak dirinya sendiri
    Asertif:
    - Tidak konflik dengan diri sendiri dan orang lain
    - Tidak melanggar hak diri sendiri dan orang lain
    Salah satu alasan orang melakukan permisif/pasif adalah karena takut / malas / tidak mau terjadi konflik. Lalu apakah konflik itu? Apakah konflik adalah sesuatu yang negatif? Sekarang tidak jarang kita melihat perusahaan-perusahaan dengan sengaja menciptakan konflik didalam perusahaannya untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan-karyawannya (manajemen konflik). Konflik bisa positif bila kita dapat mengatur / me-manage konflik itu sendiri.
    Menurut Kurt Lewin, konflik adalah suatu keadaan dimana ada daya-daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. Ada 3 macam konflik:
    1. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict). Misalnya: kita diajak nonton pertunjukan sandiwara oleh teman kita "A" dan diajak nonton pertunjukan musik oleh "B" padahal kita sama-sama menyukai sandiwara maupun musik. Terjadi konflik
    2. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict). Misalnya: Belajar=tidak menyenangkan, dimarahi orang tua=tidak menyenangkan. Tapi jika tidak belajar akan dimarahi oleh orangtua kita. Terjadi konflik.
    3. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict). Misalnya: Ingin membeli baju bagus di toko tapi harganya mahal. Terjadi konflik.

    Kamis, 29 September 2011

    4 GAYA KEPEMIMPINAN

    Gaya kepemimpinan memiliki empat kerangka kerja yaitu perilaku direktif, perilaku suportif, perilaku partisipatif dan perilaku orientasi prestai. Berikut ini adalah penjelasan dari empat kerangkakerja yang sudah disebut di atas:
    a.       - Perilaku direktif
    Perilaku direktif meliputi perencanaan, pengoraganisasian, pengawasan, dan koordinasi kegiatan karyawan yang dilakukan oleh atasannya.
    b.      - Perilaku suportif
    Perilaku suportif meliputi memberikan pertimbangan terhadap kebutuhan dari karyawan, menunjjkan perhatiannya pada kesejahteraan, dan menciptakan lingkungan yang menyenangkan.
    c.       - Perilaku partisipatif
    Perilaku partisipatif dicirikan oleh pemberian informasi dan menekankan pada konsultasi dengan karyawan, dan menggunakan gagasan bawahan dalam memutuskan keputusan yang berkaitan dengannya meskipun pengambilan keputusan masih berada ditangan pimpinan.
    d.      - Peilaku berorientasi prestasi
    Peilaku berorientasi prestasi meliputi menetapkan tugas-tugas yang menantang dengan harapan agar karyawan bekerja dengan kinerja yang tinggi dan secara terus-menerus berupaya meningkatkan kinerja.

    EMOTIONAL INTELLIGENCE

    Emotional Reactions Can Sabotage Teamwork
    The pressure of work, deadlines and interpersonal conflict can cause employees and managers to react negatively toward each other. And when those reactions are emotionally charged, they can serve to sabotage teamwork. Your team members are intelligent and capable, but are they emotionally intelligent? It's difficult to measure emotional intelligence during the interview process, and many otherwise-competent managers and employees have low Emotional Intelligence Quotient (EQ) levels, which can result in poor teamwork, low morale and excessive employee turnover.
    Emotional Intelligence is Learned Behavior
    Reactive behavior tends to be destructive, but it can be understood and changed. Emotional intelligence entails learning to convert destructive emotional reactions into constructive responses that build relationships and teamwork. Our emotional intelligence workshops create awareness and provide tools for breaking old patterns and learning new behaviors. Anyone can become more emotionally intelligent with the right training and practice.
    Training Managers & Supervisors to Manage Intelligently
    Emotionally intelligent managers and supervisors are your greatest assets. They solve problems, resolve conflict and build teamwork. On the other hand, managers and supervisors with low EQs continually sabotage their own efforts to build teamwork. Low-EQ managers fail to tune into the emotions of their employees, and in their efforts to solve problems and improve productivity, they tend to alienate the members of their teams. Often, the place to begin emotional intelligence training is with managers and supervisors.
    Many "tough" managers pride themselves on their firmness and directness. While some elements of their style may work well, these managers are generally unaware of how their low-EQ style alienates employees and actually serves to lower productivity. Conversely, "soft" managers often pride themselves on their empathy and caring leadership styles. But they often fail to realize how their failure to address difficult situations directly and their tendency to avoid conflict reduce employee respect and lower team morale.
    Emotional Intelligence
    Our emotional intelligence training workshops and coaching programs for managers and supervisors are designed to increase awareness and break the behavioral habits that sabotage team productivity.
    Four Components of Emotional Intelligence
    The four primary components of emotional intelligence are self-awareness, self-management, social awareness and relationship management. People with high EQs possess strong skills in each of these four areas, and they practice these skills daily. Our emotional intelligence workshops and coaching programs build a solid framework for understanding each component, and they provide effective tools for daily practice.
    Speaking the Language of Emotional Intelligence
    For many people, emotional intelligence is an unfamiliar concept. Along with a new framework for thinking about intelligence, we introduce concepts and terminology that view emotionally-intelligent behaviors as essential workplace skills. We discuss many of the new discoveries in the field of neurology and brain research and relate these ideas to daily workplace behavior. After participating in our training and coaching programs, your managers and employees will have the tools to improve their EQ, and to communicate effectively about the process and their progress.

    I AM THE LEADER,,,,,!!!!

    Your Leaders Are Your Organization's Role Models
    Are your managers and supervisors setting the right example as role models for the organization? Many organizations today are experiencing a leadership gap within their management team. Managers and supervisors may possess the job skills to get things done and the control skills to keep employees in line, but if they don't have strong leadership skills the leadership gap can have devastating effects on the organization. An Us vs. Them attitude can develop between employees and management, resulting in the Dilbert Syndrome. When managers lack effective leadership skills, then teamwork, motivation and productivity always suffer. The solution: a leadership training program for your managers and supervisors.
    Management vs. Leadership
    Management vs. Leadership
    Management is the science of getting the job done efficiently through people. It involves coordinated processes, controls and the execution of tasks and projects to accomplish the organization's mission. Leadership is the art of inspiring and empowering people to see the vision and do their jobs effectively. Not all managers are leaders and not all leaders are managers.
    Managers and leaders
    The best managers are also great leaders, effectively applying the science of management along with the art of leadership. People naturally follow leaders out of trust, respect and personal motivation. Leaders set the right example and bring out the best in the people who follow them.
    Growing a winning team
    Effective leaders are connected, engaged and have a passion for their mission. They build teams and instill a vision, motivation and passion in the teams they lead. Leaders are coaches, helping the members of their teams to excel and grow. They freely give positive & negative feedback to team members, building skills and confidence. Effective leaders build winning teams that take pride in their performance.
    Our role is to help each of your managers and supervisors to develop effective leadership skills. We provide the training and tools to equip your management team to lead your organization to new levels of performance, motivation and productivity. Contact us to schedule a leadership development workshop to make every manager and supervisor in your organization an effective leader.
     
    The Value of Leadership Training
    Managers are often promoted through the ranks because they have strong job skills and they have a proven track record for getting results. But unless they have received effective leadership training, their people skills and their team-building skills may be sorely lacking. Typical in-house management training programs tend to focus on EEO issues and the need for upholding policies and procedures. What is often missing in these training programs is a focus on leadership and the skills necessary to build a strong, motivated and productive team. When you consider the results that strong leader-managers can achieve vs. managers who lack leadership skills, the value of effective leadership training is extremely high.
    Customized Leadership Training for Your Team
    We can customize a leadership development workshop to specifically meet the needs of your management team. In designing the workshop, Roger Reece will work with you on the phone to gather information about your organization, your managers, and your training objectives. You will then receive a complete proposal, including a detailed workshop outline and agenda. The cost is surprisingly low when compared to sending individuals to canned, public seminars, but the value is significantly higher. Your managers and supervisors are your management team, and by giving them focused, customized training together as a group, it ensures consistency and targeted effectiveness.
    A One-Time Training Seminar / Workshop
    or an Ongoing Leadership Development Program
    We can design a single leadership development workshop for all your managers and supervisors, or we can design different workshops for managers at different levels. The members of your executive team have different training needs than your front-line supervisors, so in designing a program for you, we take the size of your organization, management levels and management experience into account. If you are looking for a comprehensive training program, we can structure a five-day workshop, or an ongoing program with half or full-day sessions on a quarterly basis.
    Start Small and Let it Grow
    If you're not sure you're ready for a comprehensive leadership training program, schedule a half-day workshop and then measure the results. You can make it a standalone event, or make it a part of an annual management meeting. When you see the positive results, we believe you will want to build on the foundation we create in that initial workshop. Your managers and supervisors have developed habits over the course of their careers. Some of those habits are actually serving to sabotage teamwork and productivity. Reverse the trend and start building effective leadership habits in your management team. Even a single half-day workshop will bring immediate payback. Let it grow into multiple sessions and you'll see even greater results.
    Build a Cohesive Leadership Team
    In some organizations the managers have formed a strong, cohesive leadership team, working together to lead the organization to greatness. In other organizations, they are simply a group of managers, running their departments, and don't possess the characteristics of a team. If you want to build a great organization, your managers must function as a team of leaders. Let us help you build that leadership team. We can structure a workshop or a series of workshops designed to pull your managers together and give them the vision and skills to become a cohesive leadership team, leading your organization to greatness.
    Leadership Training is a Sound Investment
    Your managers and supervisors are the role models for your organization. Give them the training and the tools to model leadership and to build the spirit of teamwork throughout your organization. Your investment in a leadership development seminar / workshop is a sound investment, and is perhaps the best investment you can make. Contact us today for a price quote and a detailed outline for a customized training program for your management team.

    Rabu, 28 September 2011

    7 secrets to a great life

    7 SECRETS To a Great Life

    By Kathy Gates
    A great life doesn’t happen by accident. A great life is the result of
    allocating your time, energy, thoughts, and hard work towards what you want
    your life to be. Stop setting yourself up for stress and failure, and start
    setting up your life to support success and ease. A great life is the result
    of using the 24/7 you get in a creative and thoughtful way, instead of just
    what comes next. Customize these “secrets” to fit your own needs and style,
    and start creating your own great life today!
    1. S – Simplify. A great life is the result of simplifying your life.
    People often misinterpret what simplify means. It’s not a way to remove work
    from your life. When you focus on simplifying your life, you free up energy
    and time for the work that you enjoy and the purpose for which you are here.
    In order to create a great life, you will have to make room for it in yours
    first.
    2. E – Effort. A great life is the result of your best effort. Creating a
    great life requires that you make some adjustments. It may mean
    re-evaluating how you spend your time, or choosing to spend your money in a
    different way. It may mean looking for new ways to spend your energy that
    coincide with your particular definition of a great life. Life will reward
    your best effort.
    3. C – Create Priorities. A great life is the result of creating
    priorities. It’s easy to spend your days just responding to the next thing
    that gets your attention, instead of intentionally using the time, energy and
    money you have in a way that’s important to you. Focus on removing the
    obstacles that get in the way of you making sure you are honoring your
    priorities.
    4. R – Reserves. A great life is the result of having reserves – reserves of things,
    time, space, energy, money. With reserves, you acquire far more than you need
    - not 6 months living expenses, but 5 years worth; not 15 minutes of free time, 1 day.
    Reserves are important because they reduce the
    fear of consequences, and that allows you to make decisions based on what you
    really want instead of what the fear decides for you.
    5. E – Eliminate distractions. A great life is the result of eliminating
    distractions. Up to 75% of your mental energy can be tied up in things that
    are draining and distracting you. Eliminating distractions can be a difficult
    concept to many people, since they haven’t really considered that there is
    another way to live. Look around at someone’s life you admire. What
    do they do that you would like to incorporate into your own life? Ask them
    how they did it. Find ways to free up your mental energy for things that are
    more important to you.
    6. T – Thoughts. A great life is the result of controlling your thoughts so
    that you accept and allow for the possibility that it actually can happen to
    you! Your belief in the outcome will directly dictate how successful you
    are. Motivated people have specific goals and look for ways to achieve them.
    Believing there is a solution to the same old problems you encounter year
    after year is vitally important to creating a life that you love. Whatever
    you think and believe, you create. Listen to what you’re telling yourself,
    and adjust that voice if you need to.
    7. S – Start! A great life is the result of starting. There’s the old
    saying everyone’s familiar with “a journey of a thousand miles begins with a
    single step.” In order to even move from the couch to the refrigerator, you
    have to start. There’s no better time to start than today. Don’t wait for a
    raise, or until the kids get older, or the weather is better. Today, right
    now, is the right day to start to take a step in the direction of your
    heart’s desires. It’s what you do TODAY that will make a difference in your
    life tomorrow.

    And than get goal setting ...in power,

    Goal Setting – Powerful Written Goals In 7 Easy Steps!

    by Gene Donohue
    The car is packed and you’re ready to go, your first ever cross-country trip. From the White Mountains of New Hampshire to the rolling hills of San Francisco, you’re going to see it all.
    You put the car in gear and off you go. First stop, the Baseball Hall of Fame in Cooperstown, New York.
    A little while into the trip you need to check the map because you’ve reached an intersection you’re not familiar with. You panic for a moment because you realize you’ve forgotten your map.
    But you say the heck with it because you know where you’re going. You take a right, change the radio station and keep on going. Unfortunately, you never reach your destination.
    Too many of us treat goal setting the same way. We dream about where we want to go,
    but we don’t have a map to get there.
    What is a map? In essence, the written word.
    What is the difference between a dream and a goal? Once again, the written word.
    But we need to do more then simply scribble down some ideas on a piece of paper. Our
    goals need to be complete and focused, much like a road map, and that is the purpose
    behind the rest of this article.
    If you follow the 7 steps I’ve outlined below you will be well on your way to becoming an
    expert in building the road maps to your goals.
    1. Make sure the goal you are working for is something you really want, not just something that sounds good.
    I remember when I started taking baseball umpiring more seriously. I began to set my sites on the NCAA Division 1 level. Why? I new there was no way I could get onto the road to the major leagues, so the next best thing was the highest college level. Pretty cool, right. Wrong.
    Sure, when I was talking to people about my umpiring goals it sounded pretty good, and many people where quite impressed. Fortunately I began to see through my own charade.
    I have been involved in youth sports for a long time. I’ve coached, I’ve been the President of leagues, I’ve been a treasurer and I’m currently a District Commissioner for Cal Ripken Baseball. Youth sports is where I belong, it is where my heart belongs, not on some college diamond where the only thing at stake is a high draft spot.
    When setting goals it is very important to remember that your goals must be consistent with your values.

    2. A goal can not contradict any of your other goals.

    For example, you can’t buy a $750,000 house if your income goal is only $50,000 per year. This is called non-integrated thinking and will sabotage all of the hard work you put into your goals. Non-integrated thinking can also hamper your everyday thoughts as well. We should continually strive to eliminate contradictory ideas from our thinking.

    3. Develop goals in the 6 areas of life:

    Family and Home
    Financial and Career
    Spiritual and Ethical
    Physical and Health
    Social and Cultural
    Mental and Educational
    Setting goals in each area of life will ensure a more balanced life as you begin to examine and change the fundamentals of everyday living. Setting goals in each area of live also helps in eliminating the non-integrated thinking we talked about in the 2nd step.

    4. Write your goal in the positive instead of the negative.

    Work for what you want, not for what you want to leave behind. Part of the reason why we write down and examine our goals is to create a set of instructions for our subconscious mind to carry out. Your subconscious mind is a very efficient tool, it can not determine right from wrong and it does not judge. It’s only function is to carry out its instructions. The more positive instructions you give it, the more positive results you will get.
    Thinking positively in everyday life will also help in your growth as a human being. Don’t limit it to goal setting.

    5. Write your goal out in complete detail.

    Instead of writing “A new home,” write “A 4,000 square foot contemporary with 4 bedrooms and 3 baths and a view of the mountain on 20 acres of land.
    Once again we are giving the subconscious mind a detailed set of instructions to work on. The more information you give it, the more clearer the final outcome becomes. The more precise the outcome, the more efficient the subconscious mind can become.
    Can you close your eyes and visualize the home I described above? Walk around the house. Stand on the porch off the master bedroom and see the fog lifting off the mountain. Look down at the garden full of tomatoes, green beans and cucumbers. And off to the right is the other garden full of a mums, carnations and roses. Can you see it? So can your subconscious mind.

    6. By all means, make sure your goal is high enough.

    Shoot for the moon, if you miss you’ll still be in the stars. Earlier I talked about my umpiring goals and how making it to the top level of college umpiring did not mix with my values. Some of you might be saying that I’m not setting my goals high enough. Not so. I still have very high goals for my umpiring career at the youth level. My ultimate goal is to be chosen to umpire a Babe Ruth World Series and to do so as a crew chief. If I never make it, everything I do to reach that goal will make me a better umpire and a better person. If I make it, but don’t go as a crew chief, then I am still among the top youth umpires in the nation. Shoot for the moon!

    7. This is the most important, write down your goals.

    Writing down your goals creates the roadmap to your success. Although just the act of writing them down can set the process in motion, it is also extremely important to review your goals frequently. Remember, the more focused you are on your goals the more likely you are to accomplish them.
    Sometimes we realize we have to revise a goal as circumstances and other goals change, much like I did with my umpiring. If you need to change a goal do not consider it a failure, consider it a victory as you had the insight to realize something was different.
    So your goals are written down.
    Now what?
    First of all, unless someone is critical to helping you achieve your goal(s), do not freely share your goals with others. The negative attitude from friends, family and neighbors can drag you down quickly. It’s very important that your self-talk (the thoughts in your head) are positive.
    Reviewing your goals daily is a crucial part of your success and must become part of your routine. Each morning when you wake up read your list of goals that are written in the positive. Visualize the completed goal, see the new home, smell the leather seats in your new car, feel the cold hard cash in your hands. Then each night, right before you go to bed, repeat the process. This process will start both your subconscious and conscious mind on working towards the goal. This will also begin to replace any of the negative self-talk you may have and replace it with positive self-talk.
    Every time you make a decision during the day, ask yourself this question, “Does it take me closer to, or further from my goal.” If the answer is “closer to,” then you’ve made the right decision. If the answer is “further from,” well, you know what to do.
    If you follow this process everyday you will be on your way to achieving unlimited success in every aspect of your life

    how to get success our goal

    Creating S.M.A.R.T. Goals

    Specific
    Measurable
    Attainable
    Realistic
    Timely
    Specific: A specific goal has a much greater chance of being accomplished than a general goal. To set a specific goal you must answer the six “W” questions:
    *Who:      Who is involved?
    *What:     What do I want to accomplish?
    *Where:    Identify a location.
    *When:     Establish a time frame.
    *Which:    Identify requirements and constraints.
    *Why:      Specific reasons, purpose or benefits of accomplishing the goal.
    EXAMPLE:  A general goal would be, “Get in shape.” But a specific goal would say, “Join a health club and workout 3 days a week.”

    Measurable - Establish concrete criteria for measuring progress toward the attainment of each goal you set.
    When you measure your progress, you stay on track, reach your target dates, and experience the exhilaration of achievement that spurs you on to continued effort required to reach your goal.
    To determine if your goal is measurable, ask questions such as……
    How much? How many?
    How will I know when it is accomplished?


    Attainable – When you identify goals that are most important to you, you begin to figure out ways you can make them come true. You develop the attitudes, abilities, skills, and financial capacity to reach them. You begin seeing previously overlooked opportunities to bring yourself closer to the achievement of your goals.
    You can attain most any goal you set when you plan your steps wisely and establish a time frame that allows you to carry out those steps. Goals that may have seemed far away and out of reach eventually move closer and become attainable, not because your goals shrink, but because you grow and expand to match them. When you list your goals you build your self-image. You see yourself as worthy of these goals, and develop the traits and personality that allow you to possess them.

    Realistic- To be realistic, a goal must represent an objective toward which you are both willing and able to work. A goal can be both high and realistic; you are the only one who can decide just how high your goal should be. But be sure that every goal represents substantial progress.
    A high goal is frequently easier to reach than a low one because a low goal exerts low motivational force. Some of the hardest jobs you ever accomplished actually seem easy simply because they were a labor of love.

    Timely – A goal should be grounded within a time frame. With no time frame tied to it there’s no sense of urgency. If you want to lose 10 lbs, when do you want to lose it by? “Someday” won’t work. But if you anchor it within a timeframe, “by May 1st”, then you’ve set your unconscious mind into motion to begin working on the goal.
    Your goal is probably realistic if you truly believe that it can be accomplished. Additional ways to know if your goal is realistic is to determine if you have accomplished anything similar in the past or ask yourself what conditions would have to exist to accomplish this goal.
    T can also stand for Tangible – A goal is tangible when you can experience it with one of the senses, that is, taste, touch, smell, sight or hearing.
    When your goal is tangible you have a better chance of making it specific and measurable and thus attainable

    Selasa, 27 September 2011

    3 tip tentang "pentingnya VISI dalam dunia bisnis"

    Agar bisnis anda sukses, anda butuh visi. Visi ini yang akan mengarahkan kemana bisnis atau perusahaan anda melangkah. Tidak hanya untuk bisnis offline, bisnis internet pun perlu memiliki visi. Supaya tujuan yang ingin dicapai menjadi jelas. Sehingga anda bisa mengerahkan segenap tenaga, fokus, dan kemampuan anda untuk menuju ke visi tersebut.
    Visi adalah tujuan yang ada di depan sana. Yang membuat anda terus tersenyum dan optimis bahwa anda akan sampai di sana, sehebat apapun tantangannya. Visi tersebut yang akan terus membakar semangat anda agar terus maju dan ACTION. Ya, terus ACTION sampai tercapai…
    Sebelum masuk ke tips membuat visi bisnis, saya ingin cerita. Saat awal saya merintis bisnis internet  saya memiliki visi agar banyak orang bisa memiliki bisnis internet dan menikmati hasil dari internet. Mereka menikmati betapa menyenangkannya membangun dan menjalankan bisnis di internet. Bisa menikmati kehidupan yang bebas tanpa terkerangkeng oleh jarak, tempat, dan waktu. Bisa menjalankan bisnis dari manapun dan kapanpun.
    Sekarang visi itu mulai tercapai. Sudah ribuan pebisnis internet baru yang lahir dari mengikuti program pembelajaran bisnis internet yang saya buat. Hal ini sangat membahagiakan. Namun visi ini belum selesai. Masih banyak orang yang belum mengalami hal yang saya inginkan tersebut. Masih banyak orang yang jangankan untuk menjalankan bisnis internet, membuka internet pun tidak bisa.
    Mungkin anda, saya, dan kawan anda senang memiliki bisnis di internet. Bisa terus berbisnis tanpa harus capek kemana-mana. Namun masih banyak lagi lainnya yang tak bisa senikmat kita. Karena itu, kita wajib bersyukur atas nikmat yang sudah kita terima dan tak henti berupaya untuk terus ACTION agar visi bisnis yang sudah dibuat bisa lekas tercapai. Harapannya, dengan begitu makin banyak orang yang bisa kita bantu untuk bisa memperbaiki kualitas hidupnya.

    Bagaimana Membuat Visi Bisnis Internet

    Pertanyaan mengenai “bagaimana membuat visi bisnis?” ini sering ditanyakan oleh mereka yang punya bisnis atau perusahaan. Mereka ingin membuat visi perusahaan atau visi organisasi. Namun tak hanya mereka sebenarnya yang membutuhkan visi. Setiap orang harus memiliki visi dalam hidup supaya lebih terarah tujuan hidupnya.
    Visi yang jelas sangat membantu anda untuk membuat keputusan yang searah dengan tujuan anda. Makin anda lekatkan visi itu dalam keseharian ACTION anda, saya jamin visi itu pasti tercapai. Berikut cara atau tips untuk membuat visi.  Tiga tips membuat visi ini tidak hanya terbatas untuk membuat visi bisnis atau perusahaan, namun bisa juga diterapkan untuk membuat visi organisasi atau visi hidup anda bahkan.
    Pertama, tetapkan jangka waktu. Visi perlu memiliki batasan waktu yang jelas. Apakah satu tahun, lima tahun atau bahkan 10 tahun mendatang.
    Kedua, bayangkan ingin seperti apa bisnis internet anda di masa mendatang. Pencapaian apa yang ingin diraih bisnis anda di masa mendatang? Kalau untuk bisnis, tolak ukur pencapaiannya bisa dari sisi profit, pendapatan, jumlah konsumen, atau market share. Upayakan secara jelas untuk menyebutkan angkanya. Misal, dalam satu tahun mendatang visi perusahaan anda adalah meraih pendapatan Rp 100 Milyar.
    Ketiga, diskusikan dengan orang di sekitar anda. Bisa dengan partner bisnis atau orang-orang kepercayaan anda. Mintalah pendapat mereka dan diskusikan juga apa yang harus di-ACTION-kan untuk mencapai visi tersebut.
    Tidak sulit kan?
    Berikutnya, ACTION!
    Visi adalah kompas anda dalam melangkah. Makin jelas visi anda, dan konsisten anda mengarahkan ACTION anda pada visi tersebut, pasti visi itu akan terlaksana. Visi ibarat doa yang selalu anda panjatkan pada-Nya saat beribadah. Yang selalu anda idamkan dan wajib anda usahakan dengan tindakan nyata