Model pembangunan yang selama ini dikembangkan di Indonesia bercorak
top-down approach, sehingga menempatkan masyarakat sebagai obyek
pembangunan. Karena pendekatakan pembangunan yang demikian telah
menempatkan masyarakat pada posisi marjinal, tidak berdaya dan pada
akhirnya menjadi beban pemerintah sendiri ketika telah kehabisan
sumberdayanya. Oleh karenanya diperlukan pendekatan pembangunan yang
menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan.
A. Makna Partisipatif
merupakan metode atau cara perencanaan yang melibatkan serta
memfungsikan kelembagaan masyarakat secara nyata di dalam menyusun
perencanaan pembangunan. Dengan cara ini diharapkan masyarakat mau dan
mampu melaksanakan, memelihara, dan menindak-lanjuti hasil-hasil
pembangunan.
Diharapkan dengan menggunakan dan melaksanakan metode partisipatif ini
dapat mengidentifikasi semua permasalahan dan potensi yang ada di suatu
wilayah, Serta dapat diperoleh suatu gambaran umum wilayah tersebut dan
aspek-aspek kehidupan masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam melaksanakan pembangunan di desa.
Sebagai suatu tujuan, partisipasi akan menghasilkan pemberdayaan, yakni
setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut kehidupannya. Dengan demikian partisipasi merupakan alat
dalam memajukan ideologi atau tujuan-tujuan pembangunan yang normatif,
seperti keadilan sosial, persamaan hak, dan demokrasi. Oleh karena itu
sebagai alternatifnya, partisipasi ditafsirkan sebagai alat untuk
mencapai efisiensi dalam manajemen proyek, atau sebagai alat dalam
melaksanakan kebijakankebijakan.
Sebagai implikasinya, partisipasi menyangkut pula strategi manajemen,
yang dapat digunakan oleh negara dalam mencoba untuk memobilisasi sumber
daya-sumber daya yang dimilikinya.
Sementara munculnya P.R.A. antara lain dilatarbelakangi oleh kritik para
aktivis pengembangan dan pemberdayaan masyarakat terhadap penelitian
‘klasik’ yang lebih banyak memposisikan masyarakat sekedar sebagai obyek
penelitian. Penelitian dalam P.R.A. tidak hanya entitas yang berdiri
sendiri, melainkan ditanggapi sebagai bagian yang integral dalam proses
keseluruhannya. Cakupan P.R.A. bukan hanya terdiri dari riset, melainkan
juga perencanaan (partisipatif), monitoring, dan evaluasi.
B. Ciri Khusus Evaluasi dengan metode Partisipatif
Ciri khusus perencanaan partisipatif dapat dilihat dari adanya peran
serta masyarakat dalam proses pembangunan desa. Adapun ciri-ciri
perencanaan partisipatif antara lain sebagai berikut :
Adanya hubungan yang erat antara masyarakat dengan kelembagaan secara terus-menerus.
Masyarakat atau kelompok masyarakat diberi kesempatan untuk menyatakan
permasalahan yang dihadapi dan gagasan-gagasan sebagai masukan berharga.
Proses berlangsungnya berdasarkan kemampuan warga masyarakat itu sendiri.
Warga masyarakat berperan penting dalam setiap keputusan.
Warga masyarakat mendapat manfaat dari hasil pelaksanaan perencanaan.
C. Teknik Evaluasi Perencanaan dengan PRA (Participatory Rural Appraisal)
Lahirnya metode partisipasi masyarakat dalam pembangunan dikarenakan
adanya kritik bahwa masyarakat diperlakukan sebagai obyek, bukan subyek.
Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) merupakan perkembangan dari
metode-metode terdahulu, diantaranya RRA (Rapid Rural Appraisal) oleh
Chambers (1992).
Pengertian
Evaluasi adalah penilaian yang diperlukan untuk menghasilkan informasi
mengenai kinerja kebijakan atau usaha untuk mengetahui seberapa jauh
suatu kebijakan/ program/ proyek memberikan manfaat
Appraisal adalah evaluation research. Yaitu untuk menilai konsep dan
design suatu kebijakan/program/proyek yang akan dilaksanakan.
Teknik evalausai ini digunakan sebgai alat penguji proposal suatu
kebijakan/ program/ proyek sebelum disetujui dan dijalankan. Jadi
evaluasi yang ilakaukan sebelum kebijakan itu dijalankan.
Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Partisipatif Kondisi
Pedesaan (PRA) adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat
secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka
merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. Metode dan pendekatan
ini semakin meluas dan diakui kegunaannya ketika paradigma pembangunan
berkelanjutan mulai dipakai sebagai landasan pembangunan di
negara-negara sedang berkembang. Dalam paradigma pembangunan
berkelanjutan, manusia ditempatkan sebagai inti dalam proses
pembangunan. Manusia dalam proses pembangunan tidak hanya sebagai
penonton tetapi mereka harus secara aktif ikut serta dalam perencanaa,
pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan. Metode dan
pendekatan yang tampaknya sesuai dengan tuntutan paradigma itu adalah
metode dan pendekatan yang partisipatif.
Slamet (2003 : 11) menegaskan bahwa usaha pembangunan pedesaan melalui
proses perencanaan partisipasi perlu didekati dengan berbagai cara yaitu
: (1) penggalian potensi-potensi dapat dibagung oleh masyarakat
setempat, (2) pembinaan teknologi tepat guna yang meliputi penciptaan,
pengembangan, penyebaran sampai digunakannya teknologi itu oleh
masyarakat pedesaan, (3) pembinaan organisasi usaha atau unit pelaksana
yang melaksanakan penerapan berbagai teknologi tepat guna untuk mencapai
tujuan pembangunan, (4) pembinaan organisasi pembina/pendukung, yang
menyambungkan usaha pembangunan yang dilakukan oleh individu-individu
warga masyarakat pedesaan dengan lembaga lain atau dengan tingkat yang
lebih tinggi (kota, kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional), (5)
pembinaan kebijakan pendukung, yaitu yang mencakup input, biaya kredit,
pasaran, dan lain-lain yang memberi iklim yang serasi untuk pembangunan.
Perencanaan partisipasi harus dilakukan dengan usaha :
perencanaan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata (felt need),
dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response),
dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku (behavior).
Dalam perencanaan yang partisipatif (participatory planning), masyarakat
dianggap sebagai mitra dalam perencanaan yang turut berperan serta
secara aktif baik dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana,
karena walau bagaimanapun masyarakat merupakan stakeholder terbesar
dalam penyusunan sebuah produk rencana dan kebijakan.
Mengapa PRA
Adanya kritik terhadap pendekatan Pembangunan yang “ top down “ – selama
ini program peembangunan masyarakat lebih banyak direncanakan oleh
lembaga penyelenggara program tanpa melibatkan secara langsung warga
masyarakat yang menjadi sasaran
Munculnya Pemikiran tentang Pendekatan Partisipatif, Beragam pemikiran
tentang pendekatan pengembangan program yang lebih Partisipatif.,
Apabila masyarakat dapat dilibatkan secara berarti dalam keseluruhan
proses program, selain program itu menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan rasa kepemilikan warga masyarakat terhadap program lebih
tinggi.
PRA sebagai pendekatan Alternatif, Kebutuhan adanya metode kajian
keadaan masyarakat yang mudah dilakukan untuk pengembangan programn yang
benar benar menjawab kebutuhan masyarakat setempat, Kebutuhan adanya
pendekatan program pembangunan yang ebrsifat kemanusiaan dan
berkelanjutan.
Manfaat dan Tujuan
Tujuan Praktis adalah menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk
mengupayakan pemenuhan kebutuhan praktis dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat, sekaligus sebagai sarana proses belajar tersebut.
Manfaat Peningkatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan
pembangunan. Karena pembangunan itu nantinya diperuntukan bagi
masyarakat itu sendiri.
Prinsip PRA
1. Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat
Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini
berarti bahwa PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat
yang meliputi pengetahuian tradisional dan kemampuan masyarakat untuk
memecahkan persoalannya sendiri.
2. Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai perbedaan dan informal
Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari
berbagai individu yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri.
Kegiatan PRA dilaksanakan dalam suasana yang luwes, terbuka, tidak
memaksa, dan informal.
3. Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku
Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanyasebagai
fasilitator, bukan sebagai pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dll.
4. Konsep triangulasi
Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan,
bisa digunakan konsep triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan
pemeriksaan ulang (check and recheck). Triangulasi dilakukan melalui
penganekaragaman keanggotaan tim (disiplin ilmu), sumber informasi
(latar belakang golongan masyarakat, tempat), dan variasi teknik.
5. Optimalisasi hasil
kuantitas dan akurasi informasi sangat diperlukan agar jangan sampai
kegiatan yang berskala besar namun biaya yang tersedia tidak cukup.
6 Berorientasi praktis
Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan
demikian dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar
perkiraan yang tepat akan lebih baik daripada kesimpulan yang pasti
tetapi salah, atau lebih baik mencapai perkiraan yang hamper salah
daripada kesimpulan yang hampir benar.
7. Keberlanjutan program
Pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali kemudian selesai, namun
merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang mereka
kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari
potensi masyarakat.
8. Mengutamakan yang terabaikan
Prinsip ini dimaksudkan agar masyarakat yang terabaikan dapat memperoleh
kesempatan untuk berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program
pembangunan. dengan mengutamakan golongan paling miskin agar
kehidupannya dapat meningkat.
9. Pemberdayaan (Penguatan) masyarakat
Kemampuan masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan,
pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, peilaian dan koreksi
terhadap kegiatan yang dilakukan.
10. Santai dan informal
Penyelenggaraan kegiatan PRA bersifat luwes, tidak memaksa, dan informal
sehingga antara orang luar dan masyarakat setempat terjalin hubungan
yang akarab, orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat.