Entri Populer

Rabu, 17 Agustus 2011

pola tanam padi system of rice intensification (SRI)

salam, latansa tani informative,,,,,yesss!!
Mengingat beberapa kasus di atas, pertanyaan selanjutnya apakah pengembangan padi hibrida merupakan pilihan utama.  Mari kita tengok pengembangan budidaya padi dengan menggunakan metoda SRI (System of Rice Intensification) dan Jajar Legowo.

Sejak diperkenalkan tahun 1997 di Indonesia, metode SRI tidak berkembang seperti yang diharapkan oleh perintisnya Prof. Dr Norman Uphoff.  Walaupun banyak hasil yang memuaskan, metode SRI berkembang secara lambat. Dalam beberapa aplikasi di lapangan, metode SRI mampu mendongkrak produktifitas beberapa varietas yang biasa ditanam petani secara fantastis. Dari rata-rata produksi 6 ton/ha, SRI mampu memberikan hasil sekitar 9 - 12 ton/ha, suatu hasil yang patut diperhitungkan dan selayaknya mendapat tempat istimewa dalam program ketahanan pangan. Hasil luar biasa ini pula lah yang merangsang PT. Sampurna berani membuka usaha agrobisnis komoditas padi yang selama ini dianggap enteng oleh kalangan pengusaha besar. Belum lagi Nippon Koei Co.Ltd yang secara konsisten melakukan sosialisasi aplikasi SRI pada setiap daerah pengembangan irigasi yang ditanganinya dan bahkan mendanai SRI Center di Mataram.

Selain keunggulan produksi, SRI juga memiliki banyak keunggulan yang diantaranya adalah :
  1. Penggunaan air irigasi yang lebih hemat, sehingga memungkinkan perluasan areal tanam padi lahan beririgasi saat musim kemarau.
  2. Pengunaan varietas unggul lokal yang telah biasa ditanam petani setempat.
  3. Penggunaan benih yang jauh lebih sedikit (10 - 15 kg/ha dibanding metoda konvensional sebesar 30 - 60 kg/ha).
  4. Mengurangi waktu produksi karena bibit ditanam pada umur 5 - 12 hari setelah semai (konvensional 21 hss).
  5. Secara umum, mengurangi ongkos produksi dan menambah tingkat keuntungan usahatani.
  6. Jarak tanam yang lebar (30 x 30 cm) mempermudah kegiatan pemeliharaan.
  7. Pada metoda SRI organik, selain sangat mengurangi kebutuhan pupuk kimia dan tanaman padi relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit, kualitas produk beras menjadi lebih baik.
(baca : NOSC, FTP UGM Panen Demplot Padi SRI, dan Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Sistem SRI)

Walaupun dengan sistem pengairan biasa, pelaksanaan budidaya padi sistem jajar legowo agak mirip dengan metode SRI. Penanaman bibit 1 - 2 perlubang dan dengan jarak tanam yang diatur perblok, metode jajar legowo mampu meningkakan poduktifitas pada varietas lokal sebesar hampir 40% (dari 6,5 ton/ha menjadi 8,5 ton/ha). Introduksi budidaya organik pada sistem jajar legowo secara signifikan juga meningkatkan produktifitas dan kualitas hasil. (baca : Penanaman Padi Sistem Jajar Legowo, Jajar Legowo Tingkatkan Produksi Petani, Cara Tanam Padi Sistem Legowo, Jatim Terapkan Jajar Legowo)

Apa kesimpulannya ?

Melihat ketiga fenomena di atas, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara pengembangan SRI dan Jajar Legowo dengan padi hibrida. Perkembangan SRI dan Jajar Legowo berjalan dengan lambat, sedangkan perkembangan padi hibrida walaupun masih menimbulkan masalah, berkembang cukup pesat. Secara teknis, pengembangan SRI dan Jajar Legowo ditangani dalam program-program pemerintah (seperti  SRI - Disimp yang ditangani Nippon Koei melalui dana Loan JBIC dan Jajar Legowo pada P4MI/PFI3P yang didanai Loan ADB), sedangkan padi hibrida ditangani langsung oleh lembaga usaha (PT. Dupont, PT. SAS,  Syngenta, dll.). Oleh karena itu, walaupun relatif lebih baru, gaung pengembangan padi hibrida lebih kencang karena berpotensi memberikan keuntungan yang sangat besar bagi pengusaha benih hibrida. Keuntungan finansial juga dirasakan Balai Benih Padi dengan perolehan royalty dan bantuan langsung dalam bentuk pendanaan kerjasama pengembangan benih hibrida yang tidak didapatkan dari pengembagan SRI atau jajar Legowo.

Akan tetapi, apabila kita lihat dari keunggulan-keunggulan yang diperoleh secara general dari ketiga sistem tersebut, tentunya kita sangat berharap bahwa sistem yang lebih berpihak pada program ketahanan pangan sekaligus kesejahteraan petani lah yang mestinya lebih diutamakan pengembangannya. Barangkali, seperti biasanya, korupsi, kolusi, dan nepotisme sering mengaburkan bahkan menutupi makna sesungguhnya dari suatu sistem pembangunan di negeri ini. Kita hanya bisa berharap bahwa yang akan unggul adalah yang berpihak pada kepentingan masyarakat dan bangsa ini, bukan yang berpihak pada pengusaha dan para pengumpul harta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar